RAPAT TIM LAYANAN KOMUNIKASI MASYARAKAT (YANKOMAS) DI IBU PROVINSI TERKAIT DENGAN KEKERASAN PEREMPUAN DAN ANAK DI WILAYAH PROVINSI BENGKULU

KEGIATAN YAMKOMNAS 2

Bengkulu 25 september 2018, Bidang Hak Asasi Manusia(HAM) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bengkulu melaksananakan rapat tim layanan komunikasi masyarakat (yankomas) di ibu provinsi terkait dengan kekerasan perempuan dan anak di wilayah Provinsi Bengkulu. Bertempat di ruangan rapat Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bengkulu pukul 08.30 WIB acara di mulai. Rapat dipimpin oleh Kepala Bidang Ham (Sulfi Azhar) di damping Kepala Sub Bidang Pelayanan, Pengkajian dan Informasi Ham (Basori) diikuti oleh Pejabat Struktural dan JFU Bidang Ham serta JFT penyuluh hukum. kegiatan rapat di hadiri oleh Kepolisian, Kejaksaan, Biro Hukum Pemda Provinsi Bengkulu, Lembaga Pembina Khusus Anak Bengkulu Kelas II, Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Bengkulu Kelas IIB dan Pengadilan Negeri Bengkulu.

kekerasan yang telah, sementara bahkan mungkin akan dialami oleh bangsa indonesia selama ini merupakan masalah sosial dan kemanusiaan yang pelu mendapat perhatian. di mana-nama kini berjatuhan korban tindak kekerasan yang umumnya kalangan perempuan dan anak-anak.. fenomena ini mengingatkan kita pada jaman jahilliah yang berlandaskan hukum rimba atau jaman herodes yang membenarkan hukum penguasa, serta jaman-jaman lainnya yang dikenal dengan jaman kegelapan. pertanyaannya, apakah telah terjadi kemunduran moral dan nilai dalam masyarakat kita yang katanya menyukai harmoni dan membenci konflik, apalagi kekerasan. perempuan dan anak sebagai korban tindak kekerasan bukan merupakan fenomena baru, kitab sejarah mengungkapkan praktek-praktek masa lalu yang mengorbankan perempuan, baik dewasa (pengorban depan altar) maupun korban anak-anak (pembunuhan bayi berjenis kelamin perempuan).

Secara  garis  besar,  anak  yang  mengalami  tindak  kekerasan  dapat  terjadi  karena : (a) working children, di mana banyak anak-anak yang menjadi pekerja penuh, (full time child labour) perdagangan anak (sale fo children), prostitusi anak (child prostitution), perbudakan anak (child bondage), ponografi anak (child pornography) akibat meningkatnya “sex tourism”’; (b)  street childern, di mana diperkirakan terdapat sekitar kurang lebih 100 hingga 150 juta anak jalanan diseluruh dunia saat ini. yang memperihatinkan adalah, bahwa di samping mereka berjuang untuk mempertahankan hidup secara materiil, juga menjadi sasaran penyalahgunaan dan eksploitasi, seperti street theieves, street prostitution, drug trade, dan aktivitas kejahatan terorganiser lainnya; (c) childern in armed conflictdi mana dalam sutiasi konflik, banyak anak-anak yang menjadi korban, seperti terbunuh, cacat, mengungsi bahkan ada yang hilang. belum lagi yang menjadi korban perkosaan dan menderita tekanan kejiwaan (stress dan trauma). yang menarik untuk diperbincangkan selanjutnya adalah,apakah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak ini merupakan imbas dari kekacauan norma (anomie) yang kini telah dialami oleh berbagai komunitas di indonesia. ini butuh penelitian yang akurat untuk menjawabnyaa secara akademik.

Solusi permasalahan tersebut dengan meningkatkan kesadaran perempuan akan hak dan kewajibannya di dalam hukum melalui latihan dan penyuluhan (legal training), meningkatkan kesadaran masyarakat betapa pentingnya usaha untuk mengatasi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik di dalam konteks individual, sosial maupun institusional, meningkatkan kesadaran penegak hukum agar bertindak cepat dalam mengatasi kekerasan terhadap perempuan maupun anak; Bantuan dan konseling terhadap korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, Pembaharuan hukum teristimewa perlindungan korban tindak. PPHTI


Cetak   E-mail