KEKERASAN PEREMPUAN MELONJAK SELAMA PANDEMI, KANWIL KEMENKUMHAM BENGKULU IKUTI DISKUSI DARING BERSAMA KOMNAS PEREMPUAN

Perempuan_1.jpgPerempuan_2.jpgPerempuan_3.jpg

BENGKULU – Selasa 24 Agustus 2021, Kanwil kemenkumham Bengkulu mengikuti acara Diskusi Publik secara virtual dengan tema “Menguatkan Arah Kebijakan dan Strategi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan 2022: Telaah pada Lampiran Pidato Presiden 2021”. Telaah ini dimaksudkan untuk mencermati capaian kinerja, kendala dan tantangan selama satu tahun terakhir dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, serta menguatkan arah kebijakan dan strategi ke depan.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menemukan kasus kekerasan terhadap kaum perempuan melonjak selama pandemi COVID-19.

“Pada tahun 2020 Komnas Perempuan menerima pengaduan langsung lebih dari 2.300 kasus kekerasan atau naik 68 persen dibandingkan tahun 2019 yakni 1.419,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani pada diskusi daring dengan tema menguatkan arah kebijakan dan strategi penghapusan kekerasan terhadap perempuan 2022 yang dipantau di Jakarta, Selasa.

Jika melihat data lima tahun terakhir, rata-rata pengaduan juga naik cukup signifikan yakni sekitar 14 persen. Lebih mengejutkan, di periode semester pertama 2021 angka pelaporan langsung ke Komnas Perempuan melampaui pengaduan di 2020 yakni 2.500 kasus.

Dari aduan yang masuk pada 2020, Komnas Perempuan mencatat terdapat kenaikan 18 persen kekerasan seksual dan hampir tiga kali lipat kekerasan siber berbasis gender terhadap perempuan.

Sementara kasus kekerasan dalam rumah tangga masih menjadi pengaduan mayoritas yang masuk ke Komnas Perempuan. Selain itu, lembaga tersebut juga menemukan kekerasan pada perempuan dalam konteks pembangunan, tata kelola sumber daya alam hingga kriminalisasi perempuan pembela HAM.

Secara umum, situasi pandemi COVID-19 turut serta membawa dampak peningkatan beban kerja bagi kaum perempuan. Meningkatnya ketegangan dalam keluarga terutama kehilangan pekerjaan imbas pandemi, menjadi salah satu indikator pengaduan di masa pandemi.

Kendati demikian, meningkatnya jumlah laporan ke Komnas Perempuan juga menandakan keberanian korban untuk melaporkan kasus yang dialaminya.

“Termasuk kepercayaan korban pada penyikapan yang dapat ia peroleh dari negara maupun masyarakat,” ujarnya.
Sayangnya, kapasitas penyikapan tersebut masih terbatas ditambah lagi situasi pandemi semakin memperburuk kondisi yang ada.

Sebagai contoh, di tingkat daerah Komnas Perempuan baru saja melakukan kajian terhadap 414 kebijakan daerah untuk penanganan terpadu bagi perempuan korban kekerasan.

Hasilnya, kurang dari tujuh persen yang memastikan visum gratis, kurang dari 30 persen yang memiliki pemastian rumah aman serta layanan pemulihan, dan hanya 10 persen yang memiliki kebijakan afirmasi pada kondisi khusus perempuan dengan diskriminasi berlapis. (HUMAS)


Cetak   E-mail