JAKARTA - Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra, memandang pengungsi sebagai salah satu kelompok paling rentan di dunia. Pasalnya, mereka sangat rentan terhadap ancaman eksploitasi, perdagangan manusia, dan tindak kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Meskipun bukan negara pihak dalam konvensi 1951, Indonesia terus berupaya menunjukan komitmen kemanusiaannya sebagai negara transit bagi para pengungsi," terang Dhahana. Sebagai bentuk komitmen kepedulian terhadap pengungsi, pemerintah telah mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri. Peraturan ini mencakup respon cepat terhadap situasi darurat, penyediaan penampungan yang layak, hingga perlindungan khusus bagi anak-anak dan penyandang disabilitas.
"Kebijakan ini juga memastikan bahwa layanan dasar yang diberikan kepada pengungsi tidak mengurangi hak masyarakat setempat," imbuhnya.
Diakui Direktur Jenderal HAM, terdapat potensi konflik sosial antara pengungsi dengan masyarakat lokal. Terlebih, tidak sedikit masyarakat lokal belum mengetahui posisi Indonesia dalam penanganan pengungsi. "Jika dilakukan edukasi dan sosialisasi yang tepat, kami meyakini masyarakat dapat membangun solidaritas dan kebersamaan dengan para pengungsi seperti yang pernah terjadi saat penanganan pengungsi Vietnam," terang Dhahana.
Kendati demikian, Dhahana memandang penanganan pengungsi di tataran global maupun regional memerlukan komitmen kolektif seluruh bangsa. "Bagaimanapun persoalan ini kerap kali berkaitan dengan konflik di internal suatu negara sehingga upaya-upaya membangun perdamaian tidak boleh dilupakan dalam penanganan isu pengungsi," katanya.
Lebih lanjut, Dhahana mengungkapkan KemenkumHAM terus melakukan komunikasi yang intensif dengan organisasi internasional yang membidangi terkait pengungsi seperti UNHCR dan IOM. Tidak hanya itu, ia menuturkan dalam sejumlah kesempatan pihaknya telah membangun kolaborasi dengan LSM di tanah air yang memiliki kepedulian soal pengungsi. "Melalui upaya kolektif, kita berharap dapat memberikan kontribusi nyata dalam mengatasi krisis pengungsi," jelasnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bengkulu, Santosa, menyatakan bahwa tantangan dalam menangani pengungsi memang tidak mudah, terutama dalam hal menjaga keseimbangan antara pemenuhan hak pengungsi dan kebutuhan masyarakat lokal.
Menurut Santosa, edukasi kepada masyarakat lokal mengenai status dan hak-hak pengungsi sangat penting untuk mencegah terjadinya miskomunikasi dan potensi konflik. "Melalui pendekatan yang humanis dan edukatif, saya yakin masyarakat Bengkulu dan Indonesia pada umumnya dapat menerima dan mendukung para pengungsi dengan lebih baik," tambahnya.